Kura-kura rebus di Thailand adalah contoh bagaimana sebuah makanan bisa menjadi titik temu antara tradisi, rasa, dan dilema moral.
Namun
di balik popularitas menu seperti tom yum, pad thai, atau mango sticky rice, ada satu sajian yang membuat banyak orang terkejut sekaligus penasaran kura-kura rebus. Ya, binatang lamban bercangkang keras ini ternyata menjadi salah satu makanan favorit di sejumlah daerah Thailand, terutama dalam kuliner tradisional dan pengobatan herbal.
Daftar Isi
Kuliner Kura-Kura Rebus
Dalam budaya Thailand, konsumsi kura-kura bukanlah sesuatu yang asing. Sejak zaman dahulu, masyarakat pedesaan telah memanfaatkan berbagai jenis kura-kura air tawar sebagai sumber protein.
Dagingnya yang berserat lembut dan sedikit kenyal dipercaya memiliki banyak khasiat, terutama dalam pengobatan tradisional Tiongkok yang banyak diadopsi di wilayah Thailand Tengah dan Utara.
Kura-kura rebus biasanya diolah dalam bentuk sup herbal yang dimasak perlahan selama beberapa jam, dengan tambahan rempah-rempah seperti lengkuas, jahe, bawang putih, dan daun ketumbar.
Kaldu yang dihasilkan sangat kaya rasa, beraroma khas, dan dipercaya mampu meningkatkan vitalitas serta daya tahan tubuh. Dalam beberapa versi, sup ini juga ditambahkan akar-akaran seperti ginseng, menjadikannya hidangan bernilai gizi tinggi yang dipercaya membawa keberuntungan dan kesehatan.
Dari Jalanan Hingga Restoran Eksklusif
Meski terdengar ekstrem bagi sebagian orang, hidangan kura-kura rebus tidak hanya ditemukan di pasar tradisional atau pinggir jalan. Beberapa restoran kelas menengah hingga premium di Bangkok dan Chiang Mai bahkan menyajikan menu ini sebagai bagian dari sajian eksklusif. Harga satu porsi bisa mencapai ratusan baht, tergantung ukuran dan jenis kura-kura yang digunakan.
Bagi kalangan lokal, menyantap kura-kura bukan hanya soal rasa. Ada unsur spiritual dan simbolik yang melekat kuat. Kura-kura dianggap sebagai simbol umur panjang dan kebijaksanaan. Maka dari itu, menyantap daging kura-kura pada acara tertentu seperti ulang tahun orang tua, upacara keagamaan, atau perayaan tahun baru dipercaya membawa berkah dan umur panjang.
Baca Juga:
Cita Rasa Unik Kura-Kura Rebus
Rasa daging kura-kura sering kali digambarkan sebagai kombinasi antara daging ayam dan ikan, namun dengan tekstur yang lebih elastis. Dagingnya terbagi dalam beberapa bagian unik: ada yang empuk seperti paha ayam, namun ada juga bagian yang lebih kenyal mirip dengan tendon atau kikil.
Bagian yang paling digemari adalah daging leher dan kakinya, karena teksturnya paling lembut dan mudah menyerap bumbu. Sementara bagian dalam cangkangnya yang berisi lemak dan sumsum disukai sebagian orang karena dianggap sebagai “intisari” dari si kura-kura.
Wisata Kuliner Ekstrem yang Diminati Wisatawan
Thailand memang terkenal dengan wisata kuliner ekstremnya. Dari serangga goreng, telur semibalut (balut), hingga sup kura-kura, semua menawarkan pengalaman makan yang tidak biasa. Menariknya, banyak wisatawan mancanegara yang justru menjadikan kura-kura rebus sebagai tantangan kuliner.
Channel YouTube dan blog wisata makanan dari berbagai negara sering menampilkan pengalaman menyantap sup kura-kura di Thailand sebagai konten yang menarik perhatian. Responsnya beragam ada yang memuji kelezatannya, ada pula yang merasa tidak sanggup menelannya karena alasan pribadi atau budaya.
Namun satu hal yang pasti, sajian ini membuka jendela baru terhadap bagaimana perbedaan budaya dan kebiasaan makan bisa menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia pariwisata.
Antara Pelestarian dan Tradisi
Pemerintah Thailand kini mulai mengambil langkah untuk menyeimbangkan antara pelestarian spesies dengan pelestarian budaya. Beberapa provinsi menetapkan aturan ketat terkait perburuan dan konsumsi kura-kura liar. Di saat yang sama, budidaya kura-kura konsumsi didorong untuk menjaga kelestarian alam dan mendukung ekonomi lokal.
Di beberapa komunitas, masyarakat justru menjadikan kura-kura sebagai bagian dari ritual spiritual dilepaskan ke sungai atau kolam suci sebagai simbol pelepasan karma buruk. Ironisnya, praktik ini kadang diikuti dengan penangkapan ulang untuk dijual kembali, yang menimbulkan masalah etika tersendiri.
Kesimpulan
Kura-kura rebus di Thailand adalah contoh bagaimana sebuah makanan bisa menjadi titik temu antara tradisi, rasa, dan dilema moral. Di satu sisi, ia merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner yang sudah diwariskan turun-temurun. Di sisi lain, praktik ini menantang kita untuk berpikir ulang soal etika konsumsi, keberlanjutan, dan empati terhadap makhluk hidup lain.
Sebagai wisatawan atau penikmat kuliner, penting untuk memahami konteks budaya dan sejarah di balik setiap hidangan. Mencoba bukan berarti menghakimi, dan menolak bukan berarti menutup diri. Yang terpenting, kita belajar menghargai perbedaan bahkan lewat sepiring sup kura-kura yang mendidih perlahan di dapur tradisional Thailand.
- Gambar Pertama dari liputan6.com
- Gambar Kedua dari lovepik.com