Tarantula goreng jadi camilan ekstrem khas Kamboja yang unik dan menantang, berani coba rasa gurih di balik tampilannya yang menyeramkan.
Tarantula goreng bukan sekadar makanan aneh. Di Kamboja, sajian ini menyimpan kisah sejarah, budaya, dan keberanian dalam satu gigitan. Berikut Kuliner Ekstrim akan memberikan penjelasan lengkapnya.
Daftar Isi
Asal-Usul Tarantula Goreng di Kamboja
Tarantula goreng pertama kali dikenal luas di Kamboja pada masa kelaparan hebat di era Khmer Merah (1975–1979). Saat itu, masyarakat kesulitan mendapatkan bahan makanan layak, sehingga terpaksa mencari sumber protein alternatif di alam. Serangga, katak, dan laba-laba pun jadi pilihan, termasuk tarantula.
Dari keadaan terpaksa itu, muncul tradisi baru. Tarantula yang awalnya dikonsumsi karena kelaparan, kini menjadi sajian yang dianggap lezat dan bahkan membanggakan. Masyarakat kemudian mengembangkan teknik memasak dan cara penyajian agar semakin menarik.
Kini, camilan ini menjadi salah satu simbol kekuatan bertahan hidup masyarakat Kamboja, sekaligus menu yang dicari wisatawan asing yang penasaran dengan cita rasa ekstrem.
Kota Skuon, Spider Town Kamboja
Jika kamu ingin mencoba tarantula goreng langsung di tempat asalnya, datanglah ke kota kecil bernama Skuon. Terletak sekitar 75 km dari Phnom Penh, kota ini dijuluki “Spider Town” karena dikenal sebagai pusat penjualan tarantula goreng.
Di pasar tradisional Skuon, kamu akan melihat puluhan pedagang menjajakan nampan berisi laba-laba besar yang sudah digoreng garing. Beberapa bahkan menawarkan tarantula hidup untuk dibeli atau difoto oleh turis. Pengalaman kuliner ini menjadi salah satu atraksi paling dicari oleh pengunjung asing.
Skuon tidak hanya menjual tarantula, tapi juga berbagai serangga lain seperti jangkrik, belalang, dan kalajengking. Namun, tarantula tetap jadi bintang utamanya.
Baca Juga: Silkworm Fry: Salah Satu Sebuah Kuliner Ekstrem yang Berasal dari India
Proses Memasak Tarantula Goreng
Tarantula yang akan dimasak biasanya ditangkap dari hutan, lalu dibersihkan dengan hati-hati agar bulunya tidak menyebabkan iritasi. Setelah itu, tarantula direndam dalam campuran bumbu seperti bawang putih, garam, gula, dan kadang kecap ikan.
Penggorengan dilakukan dengan minyak panas hingga bagian luar menjadi renyah, tetapi bagian dalam tetap lembut. Tarantula goreng yang sempurna memiliki tekstur garing di kaki dan bagian perut yang creamy mirip daging kepiting atau udang.
Beberapa warung menyajikannya dengan saus pedas lokal, jeruk nipis, atau bahkan nasi putih. Meski tampilannya bikin merinding, banyak orang menyebut rasanya justru mengejutkan enak.
Reaksi Wisatawan Dunia
Bagi wisatawan, mencoba tarantula goreng bisa jadi pengalaman sekali seumur hidup. Banyak dari mereka awalnya merasa takut atau jijik, tapi rasa penasaran dan keinginan mencoba budaya lokal membuat mereka akhirnya mencicipi. YouTuber kuliner dan food vlogger internasional kerap menjadikan tarantula goreng sebagai konten utama saat ke Kamboja.
Reaksi mereka bervariasi: ada yang terkejut karena ternyata enak, ada juga yang langsung muntah karena tak tahan dengan tampilannya. Meski begitu, kuliner ini tetap menjadi favorit karena menawarkan sesuatu yang tak biasa. Bahkan, restoran di Phnom Penh mulai menyajikan versi modernnya dengan plating yang lebih cantik dan porsi kecil ala fine dining.
Antara Budaya dan Ketahanan Pangan
Lebih dari sekadar makanan aneh, tarantula goreng mencerminkan bagaimana masyarakat Kamboja bisa beradaptasi di masa sulit. Dari rasa lapar di masa perang, mereka menciptakan solusi yang kini menjadi warisan kuliner unik.
Selain itu, serangga seperti tarantula sebenarnya memiliki nilai gizi tinggi kaya protein, zat besi, dan rendah lemak. Di masa depan, makanan berbasis serangga diprediksi akan jadi solusi krisis pangan dunia, dan Kamboja sudah lebih dulu mengadopsinya.
Tips Menyantap Tarantula Goreng
Kalau kamu tertarik mencoba tarantula goreng, mulailah dari kaki terlebih dahulu. Bagian ini biasanya paling renyah dan mudah dimakan. Setelah itu, kamu bisa mencicipi bagian perut, meski teksturnya lebih lembek dan beraroma kuat.
Hindari memakannya mentah atau kurang matang, karena bagian dalamnya bisa mengandung kotoran atau racun jika belum dibersihkan sempurna. Pilihlah penjual yang bersih dan terpercaya, apalagi jika kamu mencobanya di pasar tradisional.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.liputan6.com
- Gambar Kedua dari www.merdeka.com