Tikus panggang, atau yang biasa disebut “kawok” oleh masyarakat Minahasa, kuliner ekstrem yang menjadi daya tarik tersendiri di Sulawesi Utara.
Meski bagi sebagian orang merasa jijik, hidangan ini memiliki tempat istimewa di hati para penggemarnya. Selain cita rasanya yang unik, tikus panggang juga dipercaya memiliki khasiat kesehatan tertentu. Dibawah ini Kuliner Ekstrim akan mengupas tuntas tentang kuliner ekstrem ini, mulai dari sejarah, cara pengolahan, hingga manfaat dan kontroversi yang menyertainya.
Daftar Isi
Asal Usul dan Sejarah Tikus Panggang
Tikus panggang telah menjadi bagian dari tradisi kuliner masyarakat Minahasa sejak lama. Awalnya, hidangan ini mungkin muncul sebagai solusi untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia, mengingat tikus hutan cukup mudah ditemukan di wilayah tersebut.
Seiring berjalannya waktu, tikus panggang tidak hanya menjadi sekadar makanan, tetapi juga simbol budaya dan identitas masyarakat Minahasa. Keberadaannya seringkali dikaitkan dengan acara-acara adat dan perayaan penting, seperti Natal dan Tahun Baru.
Bahan Baku: Bukan Tikus Sembarangan
Tikus yang digunakan untuk hidangan ini bukanlah tikus got atau tikus rumahan yang biasa dianggap sebagai hama. Melainkan, tikus hutan berekor putih (Rattus leucopus) yang hidup di alam bebas dan memakan tumbuh-tumbuhan.
Jenis tikus ini dianggap lebih bersih dan aman untuk dikonsumsi karena tidak terpapar sampah atau kotoran manusia. Proses perolehan tikus hutan pun dilakukan dengan cara berburu langsung ke hutan. Hal ini memastikan bahwa tikus yang diolah benar-benar segar dan berkualitas.
Proses Pengolahan yang Khas
Proses pembuatan tikus panggang terbilang sederhana, namun membutuhkan keahlian khusus agar menghasilkan cita rasa yang optimal. Pertama-tama, tikus yang sudah ditangkap akan dibersihkan dan dihilangkan bulunya. Kemudian, tikus akan dibaluri dengan bumbu rempah khas Minahasa.
Seperti bawang merah, bawang putih, cabai, jahe, dan kunyit. Setelah bumbu meresap, tikus akan dipanggang di atas bara api atau oven hingga matang. Beberapa variasi mungkin menambahkan mentega atau margarin untuk memberikan aroma dan rasa yang lebih gurih.
Baca Juga:
Cita Rasa dan Cara Penyajian
Bagi yang sudah pernah mencicipi, rasa tikus ini disebut mirip dengan ayam bakar. Dagingnya memiliki tekstur yang lembut dan rasa yang gurih. Bumbu rempah yang digunakan memberikan aroma yang khas dan menggugah selera.
Tikus panggang biasanya disajikan dengan nasi putih hangat dan sambal sebagai pelengkap. Beberapa rumah makan juga menyajikan tikus panggang dengan bumbu kuning atau rica-rica untuk variasi rasa yang lebih pedas.
Kontroversi dan Persepsi Masyarakat
Sebagai kuliner ekstrem, tikus panggang tentu menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bagi sebagian orang, ide mengonsumsi tikus dianggap menjijikkan dan tidak higienis.
Namun, bagi masyarakat Minahasa dan para penggemar kuliner ekstrem, tikus ini adalah hidangan yang lezat dan bernilai budaya tinggi. Terlepas dari kontroversi yang ada, popularitas tikus ini tetap menjadi daya tarik wisata kuliner yang unik di Sulawesi Utara.
Khasiat Kesehatan dan Nilai Gizi
Selain cita rasanya, tikus panggang juga dipercaya memiliki khasiat kesehatan tertentu. Beberapa orang percaya bahwa mengonsumsi tikus ini dapat meningkatkan vitalitas dan menyembuhkan penyakit kulit. Secara ilmiah, daging tikus hutan mengandung protein hewani yang tinggi.
Namun, perlu diingat bahwa manfaat kesehatan ini belum teruji secara klinis dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi terupdate lainnya mengenai Kuliner Ekstrim lainnya.